Sabtu, 07 November 2009

Agus S Sitompul: Saya Tidak Mengakui HMI MPO

Bagi kalangan HMI (MPO), Agus Salim Sitompul dikenal sebagai orang yang tidak bersahabat. Mantan ketua umum HMI Cabang Jogjakarta 1968-1969 ini sangat keras menentang kehadiran HMI (MPO). “Saya memang tidak mengakui keberadaan HMI (MPO),” ujarnya.

Julukan sejarawan HMI melekat bagi guru besar di IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ini. Skripsi sampai desertasi doktoralnya tentang HMI. Dua belas buku ia tulis selama 45 tahun keberadaannya di organisasi yang didirikan Lafran Pane tersebut. Semua tentang HMI!! Sebuah tanda cinta sekaligus menjadi ruang kritik untuk organisasi yang begitu dihayati kepemilikannya. Namun, kenapa ia tidak mengakui HMI (MPO)? Padahal sejarah membuktikan perpecahan HMI adalah kenyataan historis yang tidak bisa dipungkiri. Bahkan, konon, saking tidak sukanya terhadap HMI (MPO), ia mempersulit studi mahasiswa yang menjadi kader HMI (MPO) di kampusnya. Tapi, dia tegas membantah. “Tidak benar itu. Fitnah sama sekali. Hadapkan kepada saya orangnya”.

Bagi pengarang buku “44 Indikator Kemunduran HMI” ini, kader HMI MPO juga keterlaluan saat menyikapi perbedaan ketika perpecahan. “Masa anak saya dinamai Astung (asas tunggal). Dan, saya dikatakan halal dibunuh karena menerima asas tunggal,” ungkapnya sembari mengingat masa lalu. Agus Salim Sitompul mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan anak-anak HMI MPO selama ini. “Terus terang saja tidak ada komunikasi. Tertutup. Padahal saya siap kalau diajak berdialog. Siapa yang tidak mau diajak ngomong, kalau baik-baik,” tuturnya.

Apa pandangan Agus Salim Sitompul tentang HMI (MPO) sebenarnya? Bagaimana ia menafsirkan perpecahan HMI di pertengahan tahun 1980-an? Bagaimana ia memaknai peristiwa Palembang dan harapannya tentang islah HMI? Di sekretariat nasional KAHMI Presidensial, kepada wartawan HMINEWS.COM, Trisno Suhito, ia memberikan perspektifnya.

Bagaimana pandangan anda soal islah dua HMI, termasuk peristiwa di Palembang kemarin?

Islah dua HMI itu sangat-sangat diperlukan, kapan dan dimanapun. Bagi saya, islah itu sudah sangat terlambat, sebab sudah 22 tahun. Saya sudah beberapa kali berdialog juga dengan HMI (MPO). Mereka mengatakan berproses Bang. Masa proses 22 tahun tidak selesai. Terlalu lama 22 tahun sejak didirikannya (MPO), 15 Maret 1986. Dari situ, ya saya katakan terlambat. Mestinya paling lambat pada waktu HMI kembali ke Islam, pada Kongres HMI ke 22 di Jambi, Desember 1999. Karena dengan kembalinya HMI ke dasar Islam, maka fungsi kontrol dari MPO itu sudah berakhir. Karena yang diminta mereka khan sudah kembali ke Islam. Ini kembali ke Islam, ko belum, apa yang ditunggu, khan sudah tidak ada perbedaan.

Masalah islah itu juga pernah dibicarakan. Sudah mau tanda tangan ketika kongres HMI, bulan Agustus 1997, di Jogja saat terpilihnya Anas Urbaningrum. Tinggal tanda tangan. Tiba-tiba teman-teman HMI (MPO) menarik diri dengan alasan aparat HMI (MPO) di bawah belum siap menerima islah. Kemudian diusahakan beberapa kali oleh Pak Achmad Tirtosudiro, Pak Bedu Amang dan lain lain, tidak berhasil, terutama setelah kongres ke 22 HMI di Jambi.

Namun walau kita terlambat 22 tahun, kita sambut peristiwa islah di Palembang kemarin. Nah, sekarang bagaimana ini secara teknis ditindaklanjuti dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Yang ditanda tangani di Palembang kemarin sesuatu yang positif. Semua orang menyambut dan itu didambakan untuk segera HMI bersatu agar persatuan dan kesatuan itu terwujud agar kekuatan HMI pulih kembali. HMI sekarang ini secara keseluruhan lemah. Mengapa tidak bersatu.

Apa yang anda harapkan dari proses islah dua HMI?

Saya katakan islah HMI itu terlambat. Sebenarnya permasalahan ini memang pelik karena permasalahan nasional. Mestinya teman-teman HMI MPO memahami. HMI menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dulu memang aspek politiknya memang sangat-sangat besar. Kemudian dilihat dari HMI yang berstatus sebagai pemersatu kok pecah. Semestinya khan dia mempersatukan. Karena potensi mahasiswa itu khan sangat besar. Kalau potensi itu tidak pelihara, ya kita rugi. Apalagi kalau dilihat dari persatuan umat. Kita yang mendambakan sebagai pemersatu umat sendiri, kenapa pecah. Mestinya khan bersatu. Hal-hal yang bersifat politis, teknis mestinya bisa dibicarakan di meja perundingan atau meja musyawarah.

Jika HMI tidak bersatu kembali jelas rugi. Sebab harapan kebangkitan Islam sekarang ini, kalau tidak dari Indonesia, dari Pakistan. Coba kalau bersatu, kita akan kuat. Kita masuk ke semua, eksekutif, legeslatif,yudikatif macam-macam membina masa depan. Kalau bersatu luar biasa. Kita begini saja masih ditakuti, apalagi kalau bersatu.

Sekarang ini, di alumni-alumni senior, HMI MPO dianggap pemecah belah umat. Dalam konteks apa pun HMI MPO adalah pemecah belah umat. HMI MPO pemecah belah tanpa dasar. Sekarang HMI (DIPO) khan sudah kembali ke Islam kenapa tidak mau bersatu. Apalagi yang dipersoalkan, sudah sama-sama.

Amien Rais yang dulu juga sepakat dengan MPO dan mendukung MPO, sekarang tidak. Setelah reformasi dia katakan, HMI MPO merasa benar sendiri. Dia bilang begitu. Maksudnya benar sendiri, karena tidak mau bersatu. Apalagi yang ditunggu, sudah sama-sama, mari bersatu. Saya tahu betul wataknya dia karena dia teman satu kamar saya dulu. Dia pengurus cabang sebagai seksi kader LDMI tahun 1965-66 cabang Jogja.

Ada anggapan alumni punya kepentingan politik praktis dengan ‘menjual’ isu islah ini, termasuk di setiap moment menjelan Pemilu?

Itu isapan jempol saja. Gimana akan kita bolehkan orang menjual HMI. Dan, kepada siapa akan dijual. Jika itu terjadi kita sebagai alumni akan berontak. Sepanjang pengamatan saya, HMI tidak pernah dijual. Independensi itu dipegang teguh. Selama 60 tahun, independensi HMI itu insya allah terjaga, belum tergeser. Termasuk waktu jaya-jayanya Masyumi, ketika muncul Golkar dan PPP, tidak ada itu.

Alumni yang ingin HMI bersatu, dibangun dari ketulusan untuk kepentingan jangka panjang ke depan. Tidak mungkin untuk kepentingan politik praktis. Jauh. Apalagi untuk kepentingan pemilu 2009. Tidak mungkin.

Bagaimana sebenarnya pandangan anda terhadap HMI MPO?

Tidak benar. Tidak benar sama sekali. Secara hukum ketatanegaraan dan hukum (konstitusi) HMI, itu tidak diatur. Khan tidak diatur. Tapi dia ada. De facto ada, tidak bisa dibantah. Tapi de yure tidak ada. Pandangan saya tidak berubah, dari dulu sampai sekarang. Kita harus berbicara hukum sebab aturan main khan itu. Kalau tidak itu, apa yang kita jadikan rule of game nya, yang mengatur organisani ini. Ya itulah ukuran. Ukuran yang orisinil.

Berlandaskan hukum yang berlaku di Indonesia, dengan UU No. 8 tahun 1985, dimana semua partai dan organisasi harus didasarkan Pancasila dari situ HMI MPO sudah bertentangan, terlepas anda menerima atau tidak. Tapi dari segi hukum, itu adalah syah. Syah oleh DPR dan syah secara hukum. Secara konstitusi HMI, MPO itu tidak di atur dalam Anggaran Dasar. Secara dua hukum ini, bagi HMI DIPO, alumni, saya termasuk, memang secara de yure dianggap HMI MPO itu tidak ada. Memang secara de facto ada, tapi secara hukum tidak ada. Karena bagaimanapun, kita khan negara hukum, harus dijunjung tinggi.

Karena tidak mengakui HMI MPO, Anda disebut-sebut sampai mempersulit mahasiswa yang aktif di HMI MPO dalam proses perkuliahan. Seperti nilai dan skripsi mereka. Benarkah?

Tidak ada itu. Bohong itu. Hadapkan sama saya orangnya. Tidak ada itu mempersulit soal akademis. Itu memojokan saya. Bohong, fitnah sama sekali. Saya tidak ambil pusing, apa itu HMI MPO, apa itu HMI DIPO kalau tidak beres kuliahnya ya tidak saya luluskan. Tidak ada yang saya persulit. Coba siapa yang bilang. Mahlani (mantan Ketua Umum HMI MPO Jogja-red), tanya dia apa ya saya persulit. Saya yang membimbing. Malah saya bantu, saya kasih data-data. Khan lulus juga. Tidak ada itu. Fitnah belaka. Saya tidak pernah membedakan HMI MPO, HMI DIPO, PMII, tidak ada yang dibedakan.

Saya di kampus itu khan bukan diangkat HMI. Tapi diangkat negara. Kalau saya diangkat HMI, bolehlah saya istimewakan. Tapi, saya ini khan pegawai, diangkat, disumpah. Saya memang disiplin karena pekerjaan saya banyak. Tidak ada sentimen karena HMI MPO. Coba bawa saja kesini orangnya yang mengatakan itu. Hadapkan kepada saya, kapan kejadiannya. Saya kira tidak berani, karena itu fitnah dan bohong.

Jadi, tidak benar karena anda tidak mengakui HMI (MPO, lalu seakan membuat kebencian terhadap mereka yang aktif di HMI MPO?

Saya bersedia kapan dan dimanapun saja dipertemukan. Hadapkan orangnya sama saya. Saya jamin mereka tidak akan berani. Kalau memang nilanya jelek ya gimana lagi. Saya tidak membedakan. Ini menyangkut akademis. Tidak ada dendam di saya. Anak PMII betapa jahatnya ke saya, saya tidak dendam. Tapi objektif, kalau mau nilainya bagus, tapi tidak pernah hadir kuliah, berarti khan tidak menghormati saya. Kalau mau diberiakn nilai A atau B, ya nanti dulu. Itu saja ukurannya. Tidak ada yang lain.

Sikap saya memang terus terang tidak bisa menerima keberadaan MPO. Maunya mereka saya akui.Tidak bisa, karena ini menyangkut masalah mendasar. Itulah mereka sentimen ke saya. Kalau kegiatannya jelas, saya lebih berpihak ke HMI DIPO. Ada yang mengatakan Agus Salim menerima Pancasila untuk kepentingan pribadi. Karena dia pegawai negeri. Bukan karena itu. Saya ada korannya.

Tapi yang paling sedih saat itu perlakuan dari kader MPO. Dia mengatakan, halal darahnya Agus Salim dibunuh karena menerima Pancasila. Ini khan sudah beralih dari politik ke aqidah. Anak saya diberi nama Astung (asas tunggal-red) oleh anak HMI MPO. Dia datang ke rumah, entah apa urusannya saya lupa. Terus anak saya dipegang, kata ibunya (istri Agus Salim Sitompul yang menemui-red), dia mengatakan; ini anak ibu yang namanya astung, asas tunggal. Begitu coba. Orang tua, guru, dosen diperlakukan begitu gimana.

Tapi saya tidak dendam. Saya bukan orang pendendam. Mestinya mereka kalau mereka mau berdialog dengan saya, tidak ada masalah. Itu pengurus cabang, namanya Hanani Nasih ada di IAIN. Sampai sekarang tidak ngomong dengan saya selama 22 tahun. Malah dengan Egi Sujana, Tamsil, Choeron saya baik.

Di Jogja saya pernah diminta mengisi LK II oleh HMI (MPO). Saya semangat diberi kesempatan ada waktu untuk berdialog. Tapi saya dipatok dengan waktu itu. Harus tanggal ini, hari itu, jam ini. Saya khan juga bukan orang nganggur. Saya tawar rubah lah satu hari, saya memberi kuliah. Saya tidak bisa meninggalkan kuliah. Saya utamakan kuliah itu. Tapi katanya itu penentuan dari panitia. Tapi, masa panitia tidak bisa menggeser waktu, kalau memang saya diperlukan. Kalau tidak bisa menggeser, ya saya tidak bisa menggeser kuliah. Saya sangat disiplin soal kuliah. Kuliah tidak bisa saya tinggal. Terlambat setengah jam saja tidak bisa masuk.

Bagaimana bisa, apalagi datangnya undangan mendadak. Kalau tidak mendadak khan bisa saya ganti waktu kuliah atau saya undur. Tapi mereka minta harus hari ini, jam ini. Akhirnya tidak jadi di tahun 1980-an. Akhirnya dari situ tidak pernah berdialog lagi. Terus terang saja saya tidak ada komunikasi. Tertutup. Siapa yang tidak mau diajak ngomong kalau baik-baik. Saya pendidik, harus memberi contoh, walaupun ada perbedaan pendapat.

Pernah suatu waktu ada anak HMI MPO minta ijin training dan tidak mengikuti kuliah. Saya tidak ijinkan. Anda merusak jadwal. Saya memang tidak ijinkan. Bukan hanya anak HMI MPO. Bagi saya jangan mengganggu akademik. Adakanlah kegiatan di luar jadwal kuliah.

Sebagai sejarawan anda tidak mengakui keberadaan HMI (MPO). Bagaimana sebenarnya perspektif anda tentang sejarah perpecahan HMI?

Persoalan politik saat Orde Baru, HMI sendirian tidak sanggup menolak Pancasila. Semua khan menerima saat itu. Maka, HMI harus pandai-pandai bermain politik, supaya tidak tergilas oleh politik. Coba kalau tidak menerima, HMI ya bubar. Mengapa HMI MPO tidak dibubarkan, itulah kejahatan politik dari Soeharto yang besar terhadap HMI. HMI itu diadu domba. Mestinya HMI MPO itu khan bubar secara hukum. Karena semua sudah berdasarkan Pancasila.

Itulah kita diadu domba oleh Seoharto. Jadi HMI yang besar itu dia pecah, biar kecil, biar kerdil dan mudah dihadapi. Itulah barangkali yang harus dipahami teman-teman. Jadi kita menerima Pancasila itu taktis. Strateginya itu HMI biar selamat. Buktinya, secara akidah kita tetap Islam.

Sekali lagi, HMI menerima Pancasila itu taktis. Yang dijelaskan dalam NDP (Nilai-Nilai Dasar Perjuangan), itu khan Islam sebagai dasar HMI. Dengan diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas, mestinya NDP itu diganti dengan Nilai Identitas Kader (NIK). Maka yang dijelaskan disitu mestinya Pancasila sebagai dasar HMI. Tapi tidak demikian, yang dijelaskan di NIK itu setelah dirubah di Kongres Padang, tetap Islam sebagai dasar HMI. Tidak berubah, satu kata pun tidak. Hanya namanya saja yang dirubah.

Kemudian, apa buktinya HMI tetap Islam. Maka kongres di Padang itu menambah satu pasal dalam anggaran dasar HMI, yaitu pasal 3 tentang identitas. Identitas HMI adalah HMI menghimpun mahasiswa-mahasiswa yang beragama Islam yang melaksanakan Al Qur’an dan Hadits. Pertanyaannya apakah ada Islam di luar Al Qur’an dan Hadits? Ya tidak ada. Karena tidak ada Islam di luar Al Qur’an dan Hadist, maka identitas HMI, ya Islam.

Dari kata-kata identitas itulah, dari Pasal 3 dijadikan menjadi NIK. Memang secara politis HMI berdasarkan Pancasila, jelas tercantum. Tapi secara akidah tetap Islam. Karena menurut pandangan HMI DIPO itu, Pancasila adalah satu-satunya asas dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Beragama tidak diatur oleh Pancasila. Bagimana sholat dan puasa ya tidak diatur. Biarlah kita terima itu dulu sebagai taktik.

Nanti suatu waktu itu berubah, ya kita rubah lagi. Nah ini khan disini terbukti. Kita menerima Pancasila menerima sebagai taktik. Kalau di Padang dasarnya dirubah dari Islam menjadi Pancasila. NDP diganti NIK. Walaupun dalam NIK tetap Islam. Setelah reformasi, dirubah kembali. Dasar HMI dari Pancasila menjadi Islam. NIK diganti lagi menjadi NDP, dimana di situ dijelaskan sebagai dasar HMI.

Saat itu banyak pihak di HMI menolak penerapan asas tunggal Pancasila. Penerimaan Pancasila dianggap karena beberapa elite di HMI terkooptasi kekuasaan sehingga tidak sanggup mempertahankan independensi HMI?

Kita dulu berpikir, Pancasila sebagai satu-satunya asas akan diterapkan.Tidak ada salahnya HMI mempelopori penerimaan Pancasila sebagai taktik. Asas itu diganti, taktik saja. Strateginya HMI itu tidak bubar. Itu yang paling mendasar.

Memang target pemerintahan Orde Baru hanyalah HMI agar pecah saja. Maka MPO dibiarkan hidup. Dulu pernah ada permintaan dari kita ke pemerintah melalui Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) LB Moerdani, supaya gerakan HMI MPO ditindak, karena illegal dan bertentangan dengan undang-undang. Jawabannya mereka, itu khan urusan internal HMI. Untuk apa pemerintah ikut campur. Itu jawaban Moerdani. Maka yang paling dibanggakan MPO adalah walaupun illegal, tetapi boleh bergerak dan tidak ditindak. Itu yang paling dibanggakan. Ya karena sikap pemerintah itu. Sebenarnya target pemerintah hanyalah agar HMI pecah sehingga kekuatan kita lemah.

Ini yang sering saya katakan, kurang disadari teman-teman HMI MPO. Kita diadu domba biar kerdil. Penerimaan Pancasila itu hanya taktik. Pada akhirnya rezim akan berubah. Sebab kalau bubar, itu ruginya luar biasa. Atau kita pura-pura tidur, tiarap seperti Pelajar Islam Indonesia (PII). Itu ruginya juga luar biasa.

PII tidak menerima, tidak menolak, tidak pernah menyatakan. Tapi dengan dia tiarap itu, sekolah-sekolah PII habis sampai sekarang, tidak bisa dibangun. Awalnya tidak ada ketegasan, tapi akhirnya PII menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas di muktamar di Bogor. Tapi sudah babak belur. Akhirnya sampai sekarang sulit bangkit. Itu beberapa perhitungan. Coba kalau HMI seperti itu. Membangunya sulit luar biasa.

HMI itu khan alat perjuangan. Tanpa alat kita tidak bisa berbuat. Lha kalau dibubarkan, apa alat kita untuk berjuang. Ya kita pelihara ini sampai situasinya mereda. Kita yakin ini akan mereda. Reformasi datang, ya kita rubah. HMI tidak kuat menolak sendirian saat itu.

Tapi, bukankah penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi menunjukan HMI kehilangan watak independensinya karena mengikuti apa yang diperintahkan penguasa?

Saya sangat setuju dan mendukung sepenuhnya apabila HMI mampu mempertahankan Islam sebagai dasar organisasi. Tapi menurut saya, melihat situasi tidak mungkin dipertahankan pada masa orde baru. Pemerintah tidak mau. Pada waktu diktatornya saat itu, tidak ada yang berani dan mampu melawan dan bisa menang. Apalagi sedang represif-represifnya. Melihat ini kita ya harus pandai-pandai bermain politik, karena saat itu tidak ada yang bisa melawan dia.Kita main taktik saja. Buktinya taktik, kita kembali ke Islam setelah Seoharto turun. Kalau strategi, itu tidak bisa berubah. Kalau penerimaan Pancasila itu strategi, ya Pancasila harga mati, tidak bisa dirubah. Tapi karena ini taktik, ya kita rubah melihat situasi. Dalam rangka penyelamatan alat saja saat itu.

Pancasila itu khan dasar dalam bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Apa salahnya kita terima hanya dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dalam Pancasila khan tidak diatur tentang sholat, mengenai macam-macam. Tergantung kita mengisi Pancasila. Maka ada memori penjelasan tentang penerimaan Pancasila. Walaupun didasarkan Pancasila, tetapi dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari tetap Islam. Tidak ada perubahan sebelum dan sesudah menerima Pancasila.

Setelah HMI terpecah menjadi dua, HMI (DIPO) dan alumni yang mendukung lebih kental nuansa politik praktisnya, seakan mendapat kemudahan dari pemerintah, termasuk akses kekuasaan. Apakah itu efek dari penerimaan Pancasila dimana kondisi sebaliknya justru dialami HMI (MPO)?

Terlalu subjektif saya kira, walaupun harus diakui syahwat politiknya tinggi. HMI MPO juga politis. Saya kira banyak wilayah politik yang HMI MPO berbicara. Karena kita adalah organisasi perjuangan untuk merubah suatu kondisi buruk menuju yang baik. Dan salah satu alat perjuangan adalah politik. Tidak bisa kita tinggalkan. Itu salah satu alat perjuangan.

Berbicara kekuasaaan, di sini kita harus hati-hati. Kekuasaan itu satu hal yang sangat mendasar. Kalau kita tidak masuk ke kekuasaan, eksekutif dan lain-lain itu, justru akan dimanfaatkan orang lain. Karena Pancasila itu khan ideologi terbuka. Ya, daripada dimanfaatkan orang, kita manfaatkan, kita isi dengan perjuangan kita.

Saya umpamakan zaman dulu. Ada Natsir, PKI dan Bung Karno. Dulu Natsir-Masyumi dan Bung Karno itu sangat dekat, lengket kaya perangko. Sementara Natsir -Bung Karno dekat, PKI tidak berani mendekat. PKI menjauh. Tapi tatkala ada perbedaan antara Natsir-Masyumi dengan Soekarno, PKI mendekat, sampai G30 SPKI. Habis dilalap Soekarno. Maka kekuasaan itu tidak boleh kita tinggal. Kalau perlu semua kekuasaan itu kita pegang dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.

Maka ketika dulu Yusril Ihza Mahendra bertanya suatu saat, gimana Bang apa saya perlu mundur dari kabinet karena tidak cocok dengan Gus Dur? Saya jawab, anda jangan mundur. Sebagai pembawa panji-panji Masyumi jangan mengulangi kesalahan Natsir. Tetap di kekuasaan, kecuali dikeluarkan. Itu akhirnya dia tidak mau mundur. Fuad Bawazier juga demikian. Ketika terjadi peralihan dari Soeharto ke Habibie. Tinggal beberapa orang menteri yang bertahan. Sehingga Fuad banyak yang mencaci maki macam-macam. Saya bilang, jangan tinggalkan, isi terus tapi anda jangan melarut dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Ia pegang itu, ia tidak keluar sehingga uang negara selamat. Coba kalau ia keluar uang negara bisa habis. Walau dia dicaci maki kas cendana, macam-macam.

Kekuasaan itu harus kita ambil. Di situlah dihadapkan apakah kita kuat, seperti kata Pak Natsir dulu, kalau umat Islam dihadapkan banjir, gunung berapi meletus, kebakaran, dan lain-lain masih bisa bertahan, tapi kalau dihadapkan pada harta, tahta dan wanita banyak yang tergoda. Ini jelas terbukti.

Tapi kalau kekuasaan itu tidak diisi oleh kita, oleh alumni ya jatuh pada orang lain. Lebih parah lagi kita. Posisi itu adalah setengah kemenangan. Kalau kita menduduki satu posisi, kita tidak perlu membuang terlalu banyak tenaga dan macam-macam untuk memperjuangkan cita-cita. Dalam menyikapi kekuasaan kita harus, teguh dalam prinsip, luwes dalam penerapan karena kita juga berhadapan dengan orang lain. Kalau kita sendirian enak. Tapi, kita bersama orang lain yang ingin memegang kekuasaan untuk kepentingan mereka.

Dengan kekuasaan jangan kita phobia. jangan dianggap pragmatisme dan lain-lain. Kalau kita tidak mau, justru itu yang ditunggu-tunggu orang supaya kita lepas. Mereka bisa manfaatkan dengan gerakan kristenisasi, macam-macam itu. Nah, kita jaga ini supaya jangan sampai jatuh. Kalau perlu kita kuasai, seluruhnya. Tapi, tetap dalam kerangka amar ma’ruf nahi mungkar. Cuma apakah alumni bisa bertahan dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar, itu yang jadi pertanyaan. Jadi bukan pragmatismenya yang didahulukan, tapi bagaimana agar kekuasaan itu tidak jatuh ke orang lain. Sebab kekuasaan itu bisa digunakan untuk kepentingan politik yang merugikan umat Islam.

Ada tradisi di HMI DIPO yang sulit dinalar. Untuk menjadi Ketua Umum PB HMI di kongres katanya sekarang harus siap uang Rp 1 Milyar. Sementara di HMI MPO sama sekali tidak ada tradisi ini. Belum tradisi kekerasan seperti yang terjadi di Kongres Palembang kemarin. Tanggapan anda?

Ini saya pun mengeluh tentang HMI DIPO. Tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Saya sudah masuk training dimana-mana. Ternyata banyak hal-hal yang tidak sesuai. Formalnya tidak begitu, tapi informalnya ada. Itulah yang mau kita berantas. Maka yang merusak HMI itu ya kandidat-kandidat ketua umum itu. Makanya saya kemarin teriak-teriak itu. Kalau menganggap HMI DIPO jelek, tidak semua benar. Kalau pun dianggap jelek, HMI MPO masuk memperbaiki. Jangan hanya di luar pagar, masuk ke dalam kalian. Tapi masih banyak yang ingin murni. Kalau MPO ingin masuk dengan niat perjuangan murni melakukan perubahan, bagus, akan saya dukung.

Saya akui memang ada tradisi kekerasan dan uang. Kalau itu dianggap kelemahan dan memang kelemahan, ya MPO perbaiki. Masuk ke dalam jangan berada di luar sistem. Ini juga kesalahan MPO ketika pertama kali didirikan. Mengapa harus mendirikan HMI tandingan. Lebih baik masuk ke dalam, lalu perbaiki. Coba kalau Tamsil Linrung masuk, Egi Sudjana masuk ke arena kongres, perbaiki itu apa yang kurang. Mereka hanya membuat pernyataan. MPO tidak mengakui kepemimpinan Hari Azhar Asis. Mengapa tidak mengakui, dia pilihan kongres. Akhirnya yang terjadi HMI ada menjadi dua.

Anda tidak mengakui keberadaan HMI MPO, kenapa islah menjadi penting bagi anda?

De yure tidak kita akui, de facto HMI MPO itu ada. Apapun namanya, ishlah ataupun rekonsiliasi, harus itu. Tidak ada jalan lain. Kembalinya bersatu dua organisasi menjadi satu jamaah, satu organisasi dan satunya imam. Itu yang harus dicapai. Tidak ada yang lain, yang ingin dicapai.

Kita harus memiliki kesadaran akan pentingnya persatuan demi masa depan. Yang kita lihat itu ke depan, jangka panjang, bukan jangka pendek. Dari berpikir panjang Lafran Pane, kita mewarisi HMI masa kini. Generasi besok jangan kita warisi hal-hal yang tidak baik, kalau kita masih pecah belah, belum bersatu. Sudah 22 tahun, karena keterangan saudara-saudara anda, mungkin ada yang benar, mungkin ada yang tidak benar sepenuhnya. Maka yang saya sayangkan tadi, masa berproses 22 tahun. Terlalu lama.

Menurut saya bagus tindakan Sahrul sebagai ketua umum PB HMI MPO. Saya anggap positif. Tamsil Linrung pernah saya kirimi surat, kalau anda bisa menyatukan HMI, namamu akan saya catat dalam tinta emas HMI. Kamu adalah pahlawan dari Timur.

Menurut Tamsil, dia menyadari bahwa langkah yang ditempuh oleh MPO salah. Dia ngomong dengan saya, sudah lama. Termasuk Egi Sujana, termasuk MS Ka’ban. Ka’ban menganggap HMI MPO itu bukan HMI lagi. Itu ada dalam buku saya ‘44 indikator kemunduran HMI’ yang saya tulis. Dalam buku tersebut saya sebutkan juga penyebab kemunduran HMI, salah satunya karena dualisme HMI.

Saya tahu betul perbedaan waktu HMI jaya dan HMI mengalami kemunduran. 44 indikator itu bukan pengalaman satu dua bulan, 3 bulan 10 th, tapi 45 tahun. Saya masuk HMI 15 September 1963. Tidak pernah sejenak pun hingga detik ini.

Dikutip dari http://hminews.com

Kamis, 05 November 2009

Kawan Perjuangan

Senin, 02 November 2009

STRUKTUR PB HMI (MPO) PERIODE 2009-2011

PENGURUS BESAR HMI 2009-2011


Jajaran Pengurus Besar (PB) HMI telah dilantik pada Sabtu (18/7) di Gedung Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, Depok. Berikut susunan Pengurus Besar berdasarkan Lampiran SK Nomor : 001/A/KPTS/06/1430 H.


Ketua Umum : M. Chozin Amirullah

Kornas KOHATI : Indra Deli Selang

Korps Pengader Nasional

Lembaga Kekaryaan
LAPMI : Busthomy Rifai
LEMI : Imam Affandi
LPKMI (Lembaga Pengkajian Kesehatan Mhs. Islam) : dr. Suhartono
LDMI : Dadang Hidayat
Institut Riset Nasional : Usman Taher

Sekretaris Jenderal : Achmad Ilyas
Wakil Sekretaris Jenderal : Ahmad TW Wibowo
Kepala Biro Administrasi dan Kesekretariatan : Burhanuddin Arifin
Sekretaris Eksekutif Komisi Poleknas : Maskoen Maulana Djati
Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi : Muhammad Arif Ardi
Sekretaris Eksekutif Komisi Hukum & HAM : Rezekinta Sofrizal
Sekretaris Eksekutif Komisi Pemuda dan Mahasiswa : Herman
Sekretaris Eksekutif Komisi Pendidikan : Giyanto
Sekretaris Eksekutif Komisi Pemb. Aparat & Organisasi : Naning Hidayah
Sekretaris Eksekutif Komisi Hub. Internasional : Warijan
Sekretaris Eksekutif Komisi Lingkungan Hidup : Bohari

Bendahara Umum : Daimah Fatmawati
Bendahara Bidang Fundraising : Hannisa Rahmaniar H


Ketua Komisi Politik : Irvan Af Duriatnata

Bidang Kajian Politik Nas. : M. Abul Hasan
Staff : Abdullah Manarai
: Arman Yamin

Bidang Hub. Parpol : R.Moh. zamzami
Staff : Hari Yanto
: Bakhtiar Ali Rambangeng

Ketua Komisi Ekonomi : Ayib Rudi
: Wahyudi
: Ika Yuliani Wijayanti
: Lukman Hakim
: Sita Rahmi
: Nurul Hayat

Ketua Komisi Hukum dan HAM : Adhel Setiawan

Bidang Kajian Undang-undang : Ardi Manto
: Nurmawati Wahid

Bidang Advokasi Masyarakat : Muhyidin
Staff : M.Irji Matdoan

Komisi Kepemudaan dan Kemahasiswaan : Samsul Rizal U.K

Bidang Hubungan Intra Kampus : Dwi Denny Apriliano
Staff : Suryo Albar
: Ibrahim Dahlan

Bidang Hubungan Ekstra Kampus : Rohmi Hartarto
Staff : Subhan Agung

Komisi Pendidikan : Elif Fitriah
Bidang Pendidikan Formal : Alfi Rudiman
Staff : Rosyidin

Bidang Pendidikan Non-formal : Acim Sulasman
: Nursyam Rahman
Staff : Zulaikho
: Nurul Adjib

Komisi Pengembangan Aparat/Organisasi : Muhammad Alhakam
Bidang Konstitusi HMI : Akhlis M. Salisa
Staff : Humaidi

Bidang Pembinaan Cabang : Muhajir
Staff : Sutyasno Lahiya
: ST Hazrul

Komisi Hubungan Internasional : Imam Subhan
Bidang Hubungan ASEAN dan Asia : Hamka Herman
Staf : Syarif

Bidang Hubungan Timur Tengah : Muhammad Yusuf
Staf : Wahyudin Noe
: Abdullah Mukarram

Bidang Hubungan Amerika-Australia-Eropa : Ahmad Romadhoni
Staf : Nilo Suseno
: Ginanjar M.Cahya P.

Bidang Beasiswa : Jantu Sukmaningtyas
Staff : Sunarimo Darmaji

Komisi Lingkungan Hidup : Hery Ismanto
Bidang Sumber Daya Kehutanan : Iswan Iswanto
: Jumharis
Staff : Esti R Satiti

Bidang Sumber Daya Mineral dan Pertambangan : Makmuralto
Staff : Budhi Harto

Bidang Sumber Daya Pertanian : Erdiansyah
Staff : Kartika Yulisa

Bidang sumber daya maritim : Dasuki
Staff : Moh. Tolha

Dikutip dari http://hmiinbagteng.blogspot.com

HMI MPO

'''Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO)''' merupakan organisasi utama dari [[Himpunan Mahasiswa Islam]]. HMI-MPO ini lahir saat menjelang kongres HMI XVI yang diselenggarakan di [[Padang]], [[Sumatera Barat]] pada tanggal [[24 Maret|24]]-[[31 Maret]] [[1986]]. Eksponen organisasi ini lebih senang menamakan dirinya sebagai HMI 1947, mengacu pada tahun pendirian organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia yang sejak awal menetapkan Islam sebagai azas organisasinya .

== HMI MPO Dan Gerakan Reformasi 1998 ==

Pada mulanya MPO merupakan nama sekelompok aktivis kritis HMI yang prihatin melihat HMI yang begitu terkooptasi oleh rezim [[orde baru]]. Kelompok ini merasa perlu bergerak untuk mengantisipasi intervensi penguasa pada HMI agar HMI mengubah azasnya yang semula [[Islam]] menjadi [[pancasila]]. Bagi aktivis MPO, perubahan azas ini merupakan simbol kemenangan penguasa terhadap gerakan mahasiswa yang akan berdampak pada termatikannya [[demokrasi]] di [[Indonesia]].

Untuk menyampaikan aspirasinya, mula-mula forum MPO ini hanya berdialog dengan PB (pengurus besar) HMI. Akan tetapi karena tanggapan PB yang terkesan meremehkan, maka akhirnya MPO melakukan [[demonstrasi]] di kantor PB HMI (Jl. Diponegoro 16, Jakarta). Demonstrasi tersebut ditanggapi PB HMI dengan mengundang kekuatan [[militer]] untuk menghalau MPO. Beberapa anggota MPO ditangkap oleh aparat dengan tuduhan [[subversif]]. Akhirnya simpati dari anggota HMI mengalir dan gerakan ini menjadi semakin massif.

Akhirnya dalam forum kongres di Padang pada tanggal 24-31 Maret 1986. HMI terpecah menjadi dua, yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal ([[HMI-DIPO]]) dan HMI yang menolak asas tunggal (HMI-MPO), dan tetap menjadikan Islam sebagai asas organisasi. Selanjutnya kedua HMI ini berjalan sendiri-sendiri. HMI DIPO eksis dengan segala fasilitas [[negara]]nya, dan HMI MPO tumbuh menjadi gerakan bawah tanah yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara. Pada periode 90-an awal HMI MPO adalah organisasi yang rajin mengkritik kebijakan Rezim Orba dan menentang kekuasaannya dengan menggunakan sayap-sayap aksinya yang ada di sejumlah provinsi. Sayap aksinya yang terkenal antara lain adalah [[FKMIJ]] (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta) dan [[LMMY]] (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta) di Jogyakarta tempat berkumpulnya para aktifis demokrasi LMMY merupakan sebuah organisasi masa yang disegani selain PRD dan SMID. Aksi solidaritas untuk Bosnia Herzegovina di tahun 1990 yang terjadi di sejumlah kampus merupakan agenda sayap aksi HMI MPO ini. Aksi demonstrasi menentang SDSB ke Istana Negara dan [[DPR/MPR]] pada tahun 1992 adalah juga kerja politik dua organ gerakan tersebut sebagai simbol melawan rezim. Aksi penolakan terhadap rezim orde baru di Jogyakarta merupakan bukti kekuatan HMI MPO dimana aksi 2 dan 3 April 1998 yang menjadi pemicu dari gerakan selanjutnya di Jakarta. Pada peristiwa pendudukan gedung DPR/MPR tanggal 18-23 Mei 1998, HMI MPO adalah ormas satu-satunya yang menduduki gedung tersebut di hari pertama bersama [[FKSMJ]] dan [[FORKOT]] yang kemudian diikuti oleh ratusan ribu mahasiswa dari berbagai universitas dan kota hingga Soeharto jatuh pada [[21 mei 1998]]. Pasca jatuhnya Soeharto, HMI MPO masih terus demonstrasi mengusung gagasan perlu dibentuknya [[Dewan Presidium Nasional]] bersama FKSMJ.

== Struktur organisasi ==

Struktur organisasi HMI-MPO dibagi dalam beberapa golongan yakni :

* Struktur kekuasaan,
* Struktur pimpinan,
* Lembaga-lembaga Khusus,
* Lembaga Kekaryaan, serta
* Majelis Syuro Organisasi (MSO).

Struktur kekuasaan tertinggi di HMI MPO adalah forum Kongres, selanjutnya ditingkat Cabang ada Konperensi Cabang (Konperca) serta Rapat Anggota Komisariat (RAK). Sedangkan struktur pimpinan terdiri atas Pengurus Besar (PB), Pengurus Cabang (PC), serta Pengurus Komisariat (PK).

Untuk memperlancar serta mempermudah manajemen organisasi maka dibentuklah Koordinator Komisariat (KORKOM) sebagai pembantu cabang dalam mengkoordinir komisariat, serta Badan Koordinasi (BADKO) sebagai pembantu Pengurus Besar dalam mengkoordinir cabang. HMI (MPO) hingga saat ini ([[Oktober]] [[2003]]) telah memiliki 38 cabang yang tersebar diseluruh penjuru Tanah Air dan untuk itu dibentuk 3 Badan Koordinasi (Badko) yakni: Btra]],[[Banten]],[[Jakarta|DKI]],[[Jawa Barat|Jabar]]), Badko Indonesia Bagian Tengah ([[Kalimantan]],[[Jawa Tengah|Jateng]],[[Yogyakarta|DIY]],[[Jawa Timur|Jatim]],[[Bali]]) dan Badko Indonesia Bagian Timur ([[Sulawesi]],[[Maluku]],[[Nusa Tenggara Barat|NTB]],[[Nusa Tenggara Timur|NTT]],[[Papua]]).

Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang terkait dengan bidang khusus, maka dibentuk Lembaga-lembaga Khusus seperti Korps Pengader Cabang (KPC), Korps HMI-Wati (KOHATI), dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme para anggota HMI, dibentuk Lembaga-lembaga Kekaryaan seperti Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI), Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI), dan sebagainya.

Dikutip dari http://id.wikipedia.org

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HMI

'''Sekilas HMI'''

Sebagai salah satu organisasi mahasiswa tertua di Indonesia yang didirikan oleh [[Lafran Pane]] pada tanggal 5 Februari 1947 di [[Yogyakarta]], format awal gerakan HMI selain memberikan pembinaan agama Islam kepada mahasiswa dan masyarakat untuk mengantisipasi pengaruh sekulerisme Barat juga mengerahkan milisi mahasiswa untuk berjuang secara fisik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam perkembangannya perjalanan sejarah HMI hingga terbentuknya [[HMI-MPO]] telah mengalami proses pematangan konsepsi gerakan. Ditingkat internal, tujuan HMI juga telah mengalami perubahan sampai enam kali. Hal ini menunjukkan bahwa HMI MPO senantiasa menyikapi secara kritis dinamika melingkupinya dengan tetap berupaya menegaskan prinsip-prinsip vital gerakannya.

Format gerakan [[HMI]] mengalami perubahan besar sejak munculnya [[HMI-MPO]] yang menjadi simbol perlawanan kelompok-kelompok kritis dalam HMI. lahirnya "anak haram" HMI MPO dari tubuh HMI telah merubah pakem gerakan HMI yang semula selalu lebih banyak akomodatif terhadap kekuasaan (state) menjadi gerakan kritis yang menjadi oposisi negara.

== Lahirnya HMI-MPO ==

[[HMI MPO]] terlahir sebagai sosok anak haram dalam gua garba orde baru. Ditengah situasi kehidupan kebangsaan yang dihegemoni militer, dalam suasana kebungkaman warga negara dan diliputi ketakutan untuk berbeda, [[HMI-MPO]] hadir sebagai sosok pendekar yang berani berteriak lantang menentang kekuasaan. [[HMI MPO]]-lah satu-satunya organisasi Islam yang pertama kali menuntut turunnya Suharto dari kursi kepresidenan. Maka tak heran jika selama kekuasaan orde baru, [[HMI-MPO]] menjadi semacam organisasi 'bawah tanah' yang berjuang melawan rezim dengan segala resikonya.

Tambahan nama [[MPO]] (Majelis Penyelamat Organisasi) di belakang [[HMI]] sebenarnya muncul saat menjelang kongres HMI XVI yang diselenggarakan di [[Padang]] pada tanggal 24-31 Meret 1986. Menjelang diselenggarakannya kongres HMI XVI di Padang, Sumatera barat, tahun 1986. Sejumlah elemen HMI MPO lebih senang menamakan diri HMI-MPO sebagai HMI 1947, mengacu pada tahun kelahiran organisasi ini.

Mulanya MPO merupakan nama sekelompok aktivis kritis [[HMI]] yang prihatin melihat HMI begitu terkooptasi oleh rezim orde baru. Kelompok ini merasa perlu bergerak untuk mengantisipasi intervensi penguasa pada HMI dengan mewajibkan HMI mengubah azasnya yang semula Islam menjadi pancasila. Bagi aktivis MPO, perubahan azas ini merupakan simbol kemenangan penguasa terhadap gerakan mahasiswa yang akan berdampak pada termatikannya demokrasi di Indonesia.

Untuk menyampaikan aspirasinya, mula-mula forum MPO ini hanya berdialog dengan PB (pengurus besar) HMI. Akan tetapi karena tanggapan PB yang terkesan meremehkan, maka akhirnya MPO melakukan demonstrasi di kantor PB HMI (Jl. Diponegoro 16, Jakarta). Demonstrasi tersebut ditanggapi PB HMI dengan mengundang kekuatan militer untuk menghalau MPO. Beberapa anggota MPO malah ditangkap oleh aparat dengan tuduhan subversif. Akhirnya simpati dari anggota HMI mengalir dan gerakan ini menjadi semakin massif.

Akhirnya dalam forum kongres di Padang tesebut terpecahlah HMI menjadi dua, yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal (HMI-DIPO) dan HMI yang menolak asas tunggal [[(HMI-MPO)]] atau HMI 1947 yang tetap berasas Islam. Selanjunya kedua HMI ini berjalan sendiri-sendiri. HMI-DIPO eksis dengan segala fasilitas negaranya - dan diback-up sejumlah alumni yang menjadi pejabat negara - dan [[HMI-MPO]] tumbuh menjadi gerakan underground yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara. Jama’ah [[HMI-MPO]] walaupun sedikit namun kompak, mereka yakin bahwa apa yang diperjuangkannya untuk tetap bertahan dan berjuang mempertahankan Islam sebagai azas. Sejarah mencatat, setelah reformasi setelah azas tunggal pancasila dicabut, berbondong-bondonglah ormas-ormas dan orpol-orpol kembali ke azas semula. Tak terkecuali [[HMI-DIPO]], akhirnya mereka kembali kepada azas Islam.

Dalam konteks ini, kita dapat mengatakan bahwa perjuangan [[HMI-MPO]] untuk tetap mempertahankan azas Islam merupakan bentuk konsistensi sebuah gerakan mahasiswa dalam melakukan perlawanan terhadap penindasan negara. [[HMI-MPO]] berani menanggung resiko perjuangan untuk dikucilkan dan ditekan. Karena keistiqomahan dan keyakinannya maka [[HMI-MPO]] dicatat sebagai satu-satunya organisasi yang sejak awal berani menolak kebijakan rezim orde baru yang korup.

== [[HMI-MPO]] dan [[Gerakan mahasiswa Angkatan 1998]] ==

Tahun 90-an bisa dikatakan merupakan tahun kemesraan antara kekuatan Islam dengan orde baru. Berdirinya [[ICMI]] oleh sebagian besar kalangan dianggap sebagai angin segar atas akomodasi Presiden Soeharto terhadap Islam yang selama ini lebih banyak disingkirkanya. Kegiatan dakwah Islam dalam kantor-kantor birokrasi pemerintah mulai amarak. Berbondong-bongong pada tiap kantor pemerintah didirikan pengajian-pengajian dan majelis ta’lim. Perusahaan yang mendirikan pabrik di suatu lokasi diwajibkan mendirikan musholla untuk karyawannya. Masjid dibangun dimana-mana dengan bantuan yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, milik Soeharto.

Akan tetapi keadaan ini bukan berarti orde baru telah berubah menjadi baik. Akomodasi penguasa terhadap kelompok Islam hanyalah salah satu cara untuk menutupi borok-borok penguasa dan memperoleh dukungan dari mayoritas penduduk. Kelompok-kelompok Islam yang independen dan kritis masih menjadi momok bagi penguasa. Demikian juga bagi [[HMI-MPO]], kebebasan merupakan hal yang paling mahal dan [[HMI-MPO]] tetap saja menjadi organisasi bawah tanah harus memakai taktik kucing-kucingan dengan aparat untuk bertahan.

Perjuangan [[HMI-MPO]] untuk mempertahankan eksistensinya dilakukan dengan cara membentuk lembaga-lembaga kantong yang akan menjadi wadah-wadah bagi suara [[HMI-MPO]]. Hal ini dilalukan karena tidak mungkin [[HMI-MPO]] melakukan kritik secara langsung, karena di mata rezim Soeharto dianggap organisasi haram. Dibentuklah beberapa lembaga kantong aksi seperti : [[LMMY]] (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta), [[FKMIJ]] (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta), SEMMIKA dan sebagainya. Jika kita perhatikan strategi ini mirip dengan apa yang dilakukan HMI pada tahun 60-an dengan membentuk KAMI sebagai mantelnya. Lembaga-lembaga ini melakukan mobilisasi massa dengan melakukan parlemen jalanan.

Ketika terjadi gerakan reformasi mahasiswa tahun 1998 sebagai perlawanan terhadap rezim Orde Baru, lapisan-lapisan ekstern [[HMI-MPO]] memainkan peran strategis dalam menggalang kekuatan elemen gerakan mahasiswa. Melalui poros Jakarta-Yogyakarta-Makassar, yang secara tidak langsung terbentuk sebagai sentra gerakan [[HMI-MPO]], isu-isu gerakan dikomunikasikan ke seluruh Indonesia. Di Yogyakarta, [[LMMY]] aktif menggalang koalisi dengan elemen gerakan lainnya; di Jakarta, [[FKMIJ]] memprakarsai terbentuknya [[FKSMJ]]; serta di Makassar, para aktifis FKMIM terlibat proaktif dalam konsolidasi gerakan dan pembentukan PAMMI.

Pada aksi penduduki gedung DPR/MPR oleh mahasiswa, PB [[HMI-MPO]] juga ikut terlibat. Hingga rezim Orde Baru dengan dukungan militer, dijatuhkan. Dan pada bulan November 1998, melalui Tap MPR maka UU No. 8 Tahun 1985 tentang [[azas tunggal]] itupun dicabut secara resmi oleh MPR. Inilah dia momentum kemenangan [[HMI-MPO]].

== Peranan Kader [[HMI-MPO]] di Lembaga Intra Kampus ==

Selain dengan perjuangan secara langsung, [[HMI-MPO]] memanfaatkan lermbaga di intra kampus sebagai sarana memperjuangkan idealismenya. Lembaga intra kampus merupakan sarana perkaderan yang cukup efektif untuk membentuk jiwa-jiwa kepemimpian kader. Selain itu netralitas lembaga intra kampus menjadikan lembaga ini mudah untuk melakukan mobilisasi massa. Hal ini sangat mendukung dalam aksi-aksi [[HMI-MPO]]. Contoh kongkrit dari pemanfaatan lembaga intra kampus ini adalah pada saat momentum turunnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

Harus diakui bahwa fenomena munculnya aksi-aksi massa menjelang reformasi banyak dipelopori oleh kader-kader [[HMI-MPO]]. Beberapa kader yang kebetulan menjadi fungsionaris lembaga intra kampus turut mengusung isu-isu penurunan Suharto ke dalam kerja-kerja lembaganya. Aksi setengah juta massa di Yogyakarta di pelopori oleh [[Senat Mahasiswa UGM]], organ utama dalam KM UGM, dimana think-tanknya banyak yang merupakan kader-kader inti [[HMI-MPO]]. Sebelum aksi itu SMUGM mengadakan polling yang menghasilkan rekomendasi bahwa lebih dari 80% responden menolak kepemimpinan suharto. Hasil polling ini mempengaruhi opini nasional, terutama di kalangan pra aktivis pergerakan.

Soeharto yang sudah berkuasa selama 30 tahun harus tumbang ditangan aksi-aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa. Krisis ekonomi yang melanda Asia tahun 1997 ternyata berimbas pada terkuaknya semua borok yang dimiliki oleh rezim orde baru. Megahnya pembangunan yang selama ini sangat diagung-agungkan ternyata keropos, karena di bangun atas pondasi hutang luar negeri yang sangat besar. Ketika fluktuasi dollar tidak bisa ditolerir oleh kurs rupiah, tiba-tiba jumlah hutang melambung tinggi dan Indonesia harus menangis.

Yang terhormat Suharto, terpaksa harus merunduk di depan lipatan tangan Hubert Neiss (wakil IMF-International Monetary Fund) ketika menandatangani kesepakatan baru dengan IMF. Para kapital-imperialis Amerika tertawa karena telah berhasil membuat Indoensia makin tergantung. Indoensia belum merdeka!

Begitulah ketegasan sikap independensi [[HMI-MPO]] yang tidak mau tunduk kepada siapapun, kecuali kepada kebenaran dan keadilan. HMI MPO selalu siap bekerja sama dengan siapapun asalkan untuk meneriakan kebenaran dan keadilan. [[HMI-MPO]] Akan selalu kritis dengan siapapun tanpa pandang bulu, termasuk dengan saudaranya sendiri. Sikap [[HMI-MPO]] yang tidak mau didikte alumni [[(KAHMI)]], berlaku jujur pada siapapun, selalu berdiri diluar garis pemerintah dan bersikap kritis merupakan bukti independensi [[HMI-MPO]].

== [[HMI-MPO]] dan Masa Depan Demokrasi Indonesia ==

Satu hal penting yang menjadi dampak [[reformasi]] adalah terjadinya transformasi dari oligarchi corruption menjadi democratic corruption. Korupsi yang pada masa Orde baru hanya dilakukan oleh sekelompok elit politik berubah menjadi menyebar ke berbagai sektor, lapisan masyarakat, dan daerah secara bersama-sama dan terbuka. Hal tersebut dapat terjadi dengan menggunakan tata cara dan mekanisme demokrasi yang merupakan dampak dari gerakan reformasi. Pemanipulasian nilai-nila dan prosedur demokrasi untuk kepentingan pribadi atau golongan (corruption of democracy) dapat menyebabkan terciptanya demokrasi korupsi, yaitu suatu proses pengambilan kebijakan publik yang didasarkan atas kepentingan pribadi, keluarga, partai politik, atau kelompok kepentingan

Sebagai akibat pergantian rezim yang tanpa diikuti oleh perubahan struktur dan budaya politik, [[Pemilu 1999]] mengantarkan pelembagaan politik dari kekuatan-kekuatan politik pada masa lalu. Para politisi yang dulu berkuasa pada zaman Orde baru melakukan metamorfose pada sebagian besar partai-partai politik seperti [[Partai Golkar]], [[PDIP]], [[PPP]] dll. Hal tersebut terus berlanjut sampai dengan amandemen terhadap UUD 1945.

Kegagalan mewujudkan cita-cita reformasi beserta meningkatnya ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja lembaga-lembaga tinggi negara menyebabkan terjadinya zero trust society. Elit politik dan negara berjalan sesuai dengan logika dan kepetingannya sendiri, sementara pada sisi lain mayoritas massa rakyat semakin lama akan teralienasi dalam negaranya sendiri. Transisi dan [[reformasi]] hanya menghasilkan dekonstruksi terhadap sistem politik dan budaya tanpa mampu melakukan rekonstruksi kehidupan masyarakat dan negara menjadi lebih baik. Transisi demokrasi seperti ini hanya akan mengantarkan elit politik ke panggung kekuasaan dan akan meminggirkan perjuangan reformasi. Nilai-nilai dan mekanisme demokrasi dimanipulasi untuk kepentingan elit politik.

== Dari Reformasi Menuju Revolusi ==

Terminologi reformasi haruslah diubah menjadi revolusi. Dengan revolusi diharapkan terjadi perubahan sistem tidak hanya penataan ulang sistem (reformasi). Kesempatan untuk reformasi atau menata ulang sistem telah diberikan tetapi telah mengalami kegagalan karena kuatnya dominasi elit politik. Revolusi akan membawa perubahan yang berlangsung secara cepat dan diikuti oleh terbentuknya pemerintahan yang populis, terciptanya kesadaran sosial pada massa rakyat, perubahan relasi kelas dalam struktur sosial.

Sejak tahun 1999 PB [[HMI MPO]] mengusung tema Revolusi sistemik sebagai solusi untuk melakukan perubahan di Indonesia. Dalam praksisnya Tema besar “revolusi sistemik” memang belum secara optrimal bisa dilaksanakan. Hal ini tentunya terkait dengan lemahnya kesiapan perangkat-perangkat pendukung yang mau tak mau membutuhkan jaringan yang kuat dengan elemen-elemen gerakan lain yang seide. Akan tetapi setiap periode kepengurusan PB HMI MPO senantiasa berusaha menerjemahkan tema tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Periode 1999-2001 misalnya menerjemahkan revolusi sistemik ke dalam jargon perjuangan transisi demokrasi melalui kampanye perlunya Presidium Nasional untuk memimpin transisi demokrasi. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pada periode bangsa kita sedang menghadapi tahap awal peroses pembangunan demokrasi dan memerlukan suatu tahap untuk meletakkan pondasi sistem politik demokrasi.

Selanjutnya periode 2001-2003, PB HMI menerjemahkan revolusi sistemik ke dalam perjuangan menolak neo-liberal dan neo-imperialisme sebagai tekanan utama. Paska konsolidasi kehidupan politik nasional, bangsa kita berhadapan dengan tekanan dari tatanan ekonomi dan poltik internasional yang didominasi oleh Amerika Serikat. Isu penghentian utang luar negeri, pemutusan hubungan dengan IMF, gerakan anti-privatisasi BUMN, gerakan perlindungan terhadap petani, peningkatan subsidi untuk rakyat kecil, menjadi icon dan fokus perjuangan HMI. Hal tersebut mendorong HMI untuk memperkuat wacana dan isu-isu internasional sebagai salah satu sasaran dalam revolusi sistemik. Revolusi sistemik juga berdimensi internasional melawan pengaruh imperialisme yang bermetamorfose dalam bentuk neo-liberal, good governance, dll.

Periode 2003-2005 adalah kelanjutan dari periode 2001-2003, namun demikian penerjemahan revolusi sistemik tidak lagi berdimensi internasional melainkan menekankan dimensi nasional yaitu pembaharuan sistem ke-indonesiaan unuk kaum lemah dan terpinggirkan. Ada dua pertanyaan besar yang ingin dijawab. Pertama mengapa perubahan sistem ke-indonesiaan yang harus dirubah? Kedua, mengapa kaum yang lemah dan terpinggirkan menjadi fokus gerakan? Perubahan sistem ke-Indonesiaan diletakkan dalam situasi kebangsaan yang terhimpit oleh desain struktural dan tekanan global.

Rekonsolidasi Orde Baru dan TNI ke dalam tatanan politik nasional, gagalnya cita-cita reformasi, terinstitusionalisasikannya otoritarianisme dalam orde reformasi merupakan desain struktur yang dirancang oleh elit politik dalam rangka mempertahankan kekuasaan dan kontrolnya terhadap masyarakat. Sementara tekanan global lebih pada tekanan-tekanan ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Amerika Serikat beserta tatanan politik internasional yang dominan dalam bentuk bantuan asing dan isu terorisme.

Tekanan internasional dan desain struktural untuk mengembalikan otoritarianisme melalui dominasi dan hagemoni negara terhadap masyarakat sipil menuntut perubahan sistem ke-Indonesiaan secara total. Crisis of management crisis atau krisis dalam manajemen pengelolaan krisis menyebabkan proses pembangunan demokrasi dijadikan sebagai alat bagi rekonsolidasi Orde Baru dan TNI.

Penolakan PB HMI MPO terhadap penyelenggaraan [[pemilu 2004]] bukan sebuah sikap yang tanpa alasan. Masih bercokolnya kekuatan-kekuatan lama dalam pertarungan pemilu 2004 serta buruknya sistem pemilu yang diterapkan hanya akan menjadikan pemilu 2004 sebagai alat legitimasi baru bagi rezim yang otoriter dan kapitalis untuk kembali berkuasa.

Secara kasat mata kita semua sudah bisa meramalkan siapa-siapa yang akan memenangkan pemilu 2004 dan akan duduk dalam kursi-kursi kekuasaan negeri ini. Kelompok politik neo-kapitalis di perkuat yang tidak lain adalah wajah baru orde baru sudah jelas-jelas akan kembali berkuasa di negeri ini. Sementara kita tidak melihat peluang kekuatan reformis untuk bisa menandingi mereka. Oleh karena itu pemilu 2004 sebagai sebuah mekanisme demokrasi justru hanya akan melahirkan kepemimpinan nasional baru yang anti demokrasi. Sungguh ironis, Demokrasi akan di matikan oleh mekanisme demokrasi itu sendiri.



== Organisasi ==

== Struktur Organisasi HMI-MPO ==
Struktur organisasi HMI-MPO dibagi dalam beberapa golongan yakni struktur kekuasaan, struktur pimpinan, Lembaga-lembaga Khusus, Lembaga Kekaryaan serta Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO).

Struktur kekuasaan HMI dipegang oleh forum Kongres, Konperensi Cabang (Konperca) serta Rapat Anggota Komisariat (RAK). Sedangkan struktur pimpinan terdiri atas Pengurus Besar (PB), Pengurus Cabang (PC), serta Pengurus Komisariat (PK).

Untuk memperlancar serta mempermudah manajemen organisasi maka dibentuklah Koordinator Komisariat (KORKOM) sebagai pembantu cabang dalam mengkoordinir komisariat, serta Badan Koordinasi (BADKO) sebagai pembantu Pengurus Besar dalam mengkoordinir cabang. HMI (MPO) hingga saat ini (okt 2003) telah memiliki 38 cabang yang tersebar diseluruh penjuru Tanah Air dan untuk itu dibentuk 3 Badan Koordinasi (Badko) yakni: Badko Indonesia Bagian Barat (Sumatra,Banten,DKI,Jabar), Badko Indonesia Bagian Tengah (Kalimantan,Jateng,DIY,Jatim,Bali) dan Badko Indonesia Bagian Timur (Sulawesi,Maluku,NTB,NTT,Papua).

Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang terkait dengan bidang khusus, maka dibentuk Lembaga-lembaga Khusus seperti Korps Pengader Cabang (KPC), Korps HMI-Wati (KOHATI), dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme para anggota HMI, dibentuk Lembaga-lembaga Kekaryaan seperti Lembaga Pers Mahasiswa Isalam (LAPMI), Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI), dan sebagainya.

== Susunan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam
(PB HMI) Periode 1426-1428 H/2005-2007 M ==

KETUA UMUM : MUZAKKIR DJABIR

SEKRETARIS JENDERAL : ILHAM MUNAJAT WIJAYA
Wakil Sekretaris Jenderal : Muhammad Kasman
Wakil Sekretaris Jenderal : Abdul Haris Abdullah
Wakil Sekretaris Jenderal : Sobirin Imtihan
Wakil Sekretaris Jenderal : Ahmad Zainur Rosyid

BENDAHARA UMUM : SUSIYANTI
Wakil Bendahara Umum : Dedi Mustadi
Wakil Bendahara Umum : Cut Ummi Kulsum

PENGURUS HARIAN
Ketua Komisi Internal : Temu Sutrisno
Staff : Yessi Puji Astuti
Staff : Salamah

Ketua Komisi Pendidikan : Yudi Iskandar
Staff : Agung Tri
Staff : Widi Arini

Ketua Komisi Hukum dan HAM : Anthomy Khusairi
Staff : Makmur Alto
Staff : Muhammad Karyadin

Ketua Komisi Pemuda dan Kemahasiswaan : Lukman Wibowo
Staff : Arifin Temuhulawa
Staff : Muhammad Yamin

Ketua Komisi Lingkungan Hidup : Imam Mudhofir
Staff : Rudi Hantoro
Staff : Rahmat Irawan

Ketua Komisi Ekonomi dan Pembangunan : Arif Media Resky
Staff : Wawan Ahmad Dahlan
Staff : Imam Affandi

Ketua Komisi Riset dan Pengembangan Strategi Gerakan :
Yogie Maharesi
Staff : Surachmat
Staff : Nur Fajri Budi Nugroho

Ketua Komisi Politik : Mohammad Rajab
Staff : HM. Akil Rahman
Staff : Didik Sapari

Ketua Komisi Hubungan Internasional : Hanrezi Dhania
Staff : Delni Irawati Djamalus
Staff : Anwar Razak

LEMBAGA KOORDINASI
Ketua Umum Badko Inbagtim : Amrullah Ahmad
Ketua Umum Badko Inbagtar : Itho Murtadha
Ketua Umum Badko Inbagteng : Azwar Syafei
Ketua Umum Badko Inbagbar : Yayan Fauzan

LEMBAGA KHUSUS
Ketua Umum Kornas Kohati : Leniawati
Direktur Pusat Arsip Nasional : Susanto

LEMBAGA KEKARYAAN
Direktur LAPMI : Muhammad Syukur
Direktur LEMI : Sugeng Miryanto
Direktur LDMI : Ikrom Faldiansyah

BIRO KESEKRETARIATAN
Kepala Biro Kesekretariatan : Faisal Andi Rizal

Dikutip dari http://id.wikipedia.org