Minggu, 06 September 2009

Meniti Karier Ibadah Untuk Meraih Reputasi

Dalam perjalanan sejarah hidup manusia, ada tiga jenis jenjang karier yang harus dilalui. Karier pendidikan yang diakhiri dengan upacara wisuda serta pemberian ijazah. Karier pekerjaan yang akan berahir dengan pensiun dan pesangon serta karier keluarga yang tidak akan pernah habis walau sampai akhir zaman.

Perjalanan karier pendidikan bermula dengan upaya mencari transformasi keilmuwan sebagai bekal dalam mengisi kehidupan. Strata demi strata dilalui bagaikan anak tangga mencapai puncak kejayaan hidup. Membaca-mendengar-menulis dan berbicara adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran untuk membekali kehidupan dari suatu masa ke suatu tempat. Itulah yang kita lalui selama bertahun-tahun berkutat dengan buku-buku dan bahan bacaan guna memperoleh suatu ilmu pengetahuan serta peningkatan derajat bagi orang-orang berilmu.

Memasuki babak baru di dalam karier pekerjaan, kita menata kembali beberapa konsep keilmuwan yang diperoleh dari bangku sekolah tadi. Kita meramu teori-teori yang didapatkan untuk diimplementasikan dalam pelaksaan tugas sesuai profesi yang ditekuni. Tuntutan yang dihadapi tentu berbeda dengan karier sebelumnya, bagaimana agar kita senantiasa punya kreasi, inovasi dan motivasi agar apa yang dijalankan selalu berhasil dengan kegemilangan. Kita mesti menjadi yang terbaik dibidangnya. Kita mesti terus belajar dan memperbaiki diri agar senantiasa menghasilkan karya-karya yang terbaik.

Tuntutan tersebut tidaklah berjalan dengan tanpa problematika. Tidak semua orang mampu berbuat sesuai kehendak hatinya. Dan tidak semua pula rancangan yang dijalankan tadi menghasilkan produk-produk yang selalu kita harapkan. Inilah yang perlu kita ketahui bahwa sesungguhnya kita mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Dalam masa inilah kita dituntut untuk saling berbagi dan membuka diri. Konsep berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing, adalah perlu diamalkan sebagai upaya menjembatani kebuntuan yang tengah berlaku.

Maka ketika kita menganalisis lebih dalam lagi, proses dinamisasi dalam perjalanan karier pekerjaan, kita semakin sadar bahwa sesuatu keutamaan yang selalu didambakan bukanlah berasal dari pengetahuan semata, melainkan habitus-habitus yakni suatu kebiasaan untuk melakukan dengan baik.

Jika kita membaca sejarah tentang kejayaan bangsa-bangsa pada abad pertengahan, maka dapat disimpulkan bahwa kejayaan mereka itu adalah dengan bekal ilmu pengetahuan. Sebaliknya runtuhnya peradaban suatu bangsapun juga merupakan gambaran terhadap runtuhnya panji-panji ilmu pengetahuan. Karena itu kita mesti membaca sejarah, sebagai legitimasi rangkaian masa sekarang untuk masa depan.

Predikat intelektual yang melekat di hati kita tentu saja patut disyukuri sebagai rahmat Allah SWT yang sangat berharga. Karena dengan predikat itu, minimal kita terlepas dari satu dimensi kemiskinan ilmu dan keahlian diluar kemiskinan ekonomi dan kemiskinan moralitas.

Ke tiga dimensi kemiskinan yang disebutkan itu, merupakan ujung tombak terjadinya krisis yang melanda tanah air kita sekarang ini. Kesemua itu tentu menjadi potrek yang sangat mengerikan, yang tidak diketahui sampai kapan saatnya berahir.

Mungkin kita berbeda pendapat tentang definisi dan makna krisis yang dimaksud di sini. Tetapi paling tidak apa yang sedang terjadi sekarang ini, tidak lain karena dua hal yaitu; sifat hedonisme yang tengah tumbuh subur di tengah masyarakat kita, mengejar materi untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, serta hilangnya rasa belas kasihan, kebersamaan dan rasa malu dari suatu kesalahan pada setiap diri pribadi.

Kecemasan dan kesulitan hidup yang tengah melanda kehidupan kita sekarang ini tentu perlu disikapi dengan penuh percaya diri. Rujukan kita adalah Al-Qur'an sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 155-156 yang uraian secara umum menyatakan;

''Dan sungguh akan Kami berikan kepadamu ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan (makanan). Maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang ketika ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilayhi raji`un (sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali).''

Adapun karier keluarga akan menjadi suatu tantangan yang jauh lebih berat dari ke dua karier di atas. Dalam kondisi krisis multi dimensi sekarang ini, penciptaan suasana rumah tangga dan keluarga yang sholeh menjadi barang langka. Seorang ayah yang menjadi imam (pemimpin) dikeluarganya tentu akan diminta pertanggung jawaban dalam mengajak isteri dan anak-anak kepada keimanan dan kesholehan.

Perubahan sikap dan prilaku masyarakat sekarang ini tercermin dari rumah tangga yang dibangun oleh pasangan suami-isteri. Tidak ada suatu jaminan, jika pendidikan ke dua orang tua yang tinggi akan melahirkan generasi yang lebih baik dikemudian hari. Kehidupan yang semakin menantang, jelas membutuhkan persiapan-persiapan tidak hanya materi melainkan pula akhlak dan budi pekerti yang ditanamkan sejak masa kecil. Mendidik anak di masa sekarang ibarat menggenggam se-ekor burung di telapak tangan. Jika ditekan kuat Ia akan mati dan bila terlalu longgar Ia akan terbang tak tentu arah. Oleh sebab itu kesabaran dan keikhlasan orang tua dalam mendidik anak merupakan cerminan dari rumah tangga sholeha.

Menyikapi uraian singkat ini, tentu kita bertanya-tanya bagaimana Islam memberikan solusi yang mudah-mudahan dapat kita jadikan sebagai pegangan dalam hidup sekarang ini. Pertama tanamkanlah rasa syukur kepada Allah dengan semangat memahami Islam dan menerima apa adanya sehingga tiada ambisi yang berlebihan. Ke dua bertemanlah dengan orang-orang sholeh, yang selalu mengajak kebaikan dan mengingatkan bila kita berbuat salah. Ke tiga raihlah rezeki dan harta yang halal, karena harta yang halal akan menjadikan kehidupan kita barokah dan hati menjadi bersih. Mudah-mudahan dengan cara seperti ini kita dapat menjadikan keluarga yang shakinah mawadah wa rahmah. Semoga Allah melindungi kita semua, amiin.

Dikutip dari www.yarsi.ac.id

Pesantren Ramadhan


Ayo perbanyak ibadah wahai adek-adek santri. Kakak-kakak Ustad siap mendampingi kalian.