Senin, 02 November 2009

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HMI

'''Sekilas HMI'''

Sebagai salah satu organisasi mahasiswa tertua di Indonesia yang didirikan oleh [[Lafran Pane]] pada tanggal 5 Februari 1947 di [[Yogyakarta]], format awal gerakan HMI selain memberikan pembinaan agama Islam kepada mahasiswa dan masyarakat untuk mengantisipasi pengaruh sekulerisme Barat juga mengerahkan milisi mahasiswa untuk berjuang secara fisik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam perkembangannya perjalanan sejarah HMI hingga terbentuknya [[HMI-MPO]] telah mengalami proses pematangan konsepsi gerakan. Ditingkat internal, tujuan HMI juga telah mengalami perubahan sampai enam kali. Hal ini menunjukkan bahwa HMI MPO senantiasa menyikapi secara kritis dinamika melingkupinya dengan tetap berupaya menegaskan prinsip-prinsip vital gerakannya.

Format gerakan [[HMI]] mengalami perubahan besar sejak munculnya [[HMI-MPO]] yang menjadi simbol perlawanan kelompok-kelompok kritis dalam HMI. lahirnya "anak haram" HMI MPO dari tubuh HMI telah merubah pakem gerakan HMI yang semula selalu lebih banyak akomodatif terhadap kekuasaan (state) menjadi gerakan kritis yang menjadi oposisi negara.

== Lahirnya HMI-MPO ==

[[HMI MPO]] terlahir sebagai sosok anak haram dalam gua garba orde baru. Ditengah situasi kehidupan kebangsaan yang dihegemoni militer, dalam suasana kebungkaman warga negara dan diliputi ketakutan untuk berbeda, [[HMI-MPO]] hadir sebagai sosok pendekar yang berani berteriak lantang menentang kekuasaan. [[HMI MPO]]-lah satu-satunya organisasi Islam yang pertama kali menuntut turunnya Suharto dari kursi kepresidenan. Maka tak heran jika selama kekuasaan orde baru, [[HMI-MPO]] menjadi semacam organisasi 'bawah tanah' yang berjuang melawan rezim dengan segala resikonya.

Tambahan nama [[MPO]] (Majelis Penyelamat Organisasi) di belakang [[HMI]] sebenarnya muncul saat menjelang kongres HMI XVI yang diselenggarakan di [[Padang]] pada tanggal 24-31 Meret 1986. Menjelang diselenggarakannya kongres HMI XVI di Padang, Sumatera barat, tahun 1986. Sejumlah elemen HMI MPO lebih senang menamakan diri HMI-MPO sebagai HMI 1947, mengacu pada tahun kelahiran organisasi ini.

Mulanya MPO merupakan nama sekelompok aktivis kritis [[HMI]] yang prihatin melihat HMI begitu terkooptasi oleh rezim orde baru. Kelompok ini merasa perlu bergerak untuk mengantisipasi intervensi penguasa pada HMI dengan mewajibkan HMI mengubah azasnya yang semula Islam menjadi pancasila. Bagi aktivis MPO, perubahan azas ini merupakan simbol kemenangan penguasa terhadap gerakan mahasiswa yang akan berdampak pada termatikannya demokrasi di Indonesia.

Untuk menyampaikan aspirasinya, mula-mula forum MPO ini hanya berdialog dengan PB (pengurus besar) HMI. Akan tetapi karena tanggapan PB yang terkesan meremehkan, maka akhirnya MPO melakukan demonstrasi di kantor PB HMI (Jl. Diponegoro 16, Jakarta). Demonstrasi tersebut ditanggapi PB HMI dengan mengundang kekuatan militer untuk menghalau MPO. Beberapa anggota MPO malah ditangkap oleh aparat dengan tuduhan subversif. Akhirnya simpati dari anggota HMI mengalir dan gerakan ini menjadi semakin massif.

Akhirnya dalam forum kongres di Padang tesebut terpecahlah HMI menjadi dua, yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal (HMI-DIPO) dan HMI yang menolak asas tunggal [[(HMI-MPO)]] atau HMI 1947 yang tetap berasas Islam. Selanjunya kedua HMI ini berjalan sendiri-sendiri. HMI-DIPO eksis dengan segala fasilitas negaranya - dan diback-up sejumlah alumni yang menjadi pejabat negara - dan [[HMI-MPO]] tumbuh menjadi gerakan underground yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara. Jama’ah [[HMI-MPO]] walaupun sedikit namun kompak, mereka yakin bahwa apa yang diperjuangkannya untuk tetap bertahan dan berjuang mempertahankan Islam sebagai azas. Sejarah mencatat, setelah reformasi setelah azas tunggal pancasila dicabut, berbondong-bondonglah ormas-ormas dan orpol-orpol kembali ke azas semula. Tak terkecuali [[HMI-DIPO]], akhirnya mereka kembali kepada azas Islam.

Dalam konteks ini, kita dapat mengatakan bahwa perjuangan [[HMI-MPO]] untuk tetap mempertahankan azas Islam merupakan bentuk konsistensi sebuah gerakan mahasiswa dalam melakukan perlawanan terhadap penindasan negara. [[HMI-MPO]] berani menanggung resiko perjuangan untuk dikucilkan dan ditekan. Karena keistiqomahan dan keyakinannya maka [[HMI-MPO]] dicatat sebagai satu-satunya organisasi yang sejak awal berani menolak kebijakan rezim orde baru yang korup.

== [[HMI-MPO]] dan [[Gerakan mahasiswa Angkatan 1998]] ==

Tahun 90-an bisa dikatakan merupakan tahun kemesraan antara kekuatan Islam dengan orde baru. Berdirinya [[ICMI]] oleh sebagian besar kalangan dianggap sebagai angin segar atas akomodasi Presiden Soeharto terhadap Islam yang selama ini lebih banyak disingkirkanya. Kegiatan dakwah Islam dalam kantor-kantor birokrasi pemerintah mulai amarak. Berbondong-bongong pada tiap kantor pemerintah didirikan pengajian-pengajian dan majelis ta’lim. Perusahaan yang mendirikan pabrik di suatu lokasi diwajibkan mendirikan musholla untuk karyawannya. Masjid dibangun dimana-mana dengan bantuan yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, milik Soeharto.

Akan tetapi keadaan ini bukan berarti orde baru telah berubah menjadi baik. Akomodasi penguasa terhadap kelompok Islam hanyalah salah satu cara untuk menutupi borok-borok penguasa dan memperoleh dukungan dari mayoritas penduduk. Kelompok-kelompok Islam yang independen dan kritis masih menjadi momok bagi penguasa. Demikian juga bagi [[HMI-MPO]], kebebasan merupakan hal yang paling mahal dan [[HMI-MPO]] tetap saja menjadi organisasi bawah tanah harus memakai taktik kucing-kucingan dengan aparat untuk bertahan.

Perjuangan [[HMI-MPO]] untuk mempertahankan eksistensinya dilakukan dengan cara membentuk lembaga-lembaga kantong yang akan menjadi wadah-wadah bagi suara [[HMI-MPO]]. Hal ini dilalukan karena tidak mungkin [[HMI-MPO]] melakukan kritik secara langsung, karena di mata rezim Soeharto dianggap organisasi haram. Dibentuklah beberapa lembaga kantong aksi seperti : [[LMMY]] (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta), [[FKMIJ]] (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta), SEMMIKA dan sebagainya. Jika kita perhatikan strategi ini mirip dengan apa yang dilakukan HMI pada tahun 60-an dengan membentuk KAMI sebagai mantelnya. Lembaga-lembaga ini melakukan mobilisasi massa dengan melakukan parlemen jalanan.

Ketika terjadi gerakan reformasi mahasiswa tahun 1998 sebagai perlawanan terhadap rezim Orde Baru, lapisan-lapisan ekstern [[HMI-MPO]] memainkan peran strategis dalam menggalang kekuatan elemen gerakan mahasiswa. Melalui poros Jakarta-Yogyakarta-Makassar, yang secara tidak langsung terbentuk sebagai sentra gerakan [[HMI-MPO]], isu-isu gerakan dikomunikasikan ke seluruh Indonesia. Di Yogyakarta, [[LMMY]] aktif menggalang koalisi dengan elemen gerakan lainnya; di Jakarta, [[FKMIJ]] memprakarsai terbentuknya [[FKSMJ]]; serta di Makassar, para aktifis FKMIM terlibat proaktif dalam konsolidasi gerakan dan pembentukan PAMMI.

Pada aksi penduduki gedung DPR/MPR oleh mahasiswa, PB [[HMI-MPO]] juga ikut terlibat. Hingga rezim Orde Baru dengan dukungan militer, dijatuhkan. Dan pada bulan November 1998, melalui Tap MPR maka UU No. 8 Tahun 1985 tentang [[azas tunggal]] itupun dicabut secara resmi oleh MPR. Inilah dia momentum kemenangan [[HMI-MPO]].

== Peranan Kader [[HMI-MPO]] di Lembaga Intra Kampus ==

Selain dengan perjuangan secara langsung, [[HMI-MPO]] memanfaatkan lermbaga di intra kampus sebagai sarana memperjuangkan idealismenya. Lembaga intra kampus merupakan sarana perkaderan yang cukup efektif untuk membentuk jiwa-jiwa kepemimpian kader. Selain itu netralitas lembaga intra kampus menjadikan lembaga ini mudah untuk melakukan mobilisasi massa. Hal ini sangat mendukung dalam aksi-aksi [[HMI-MPO]]. Contoh kongkrit dari pemanfaatan lembaga intra kampus ini adalah pada saat momentum turunnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

Harus diakui bahwa fenomena munculnya aksi-aksi massa menjelang reformasi banyak dipelopori oleh kader-kader [[HMI-MPO]]. Beberapa kader yang kebetulan menjadi fungsionaris lembaga intra kampus turut mengusung isu-isu penurunan Suharto ke dalam kerja-kerja lembaganya. Aksi setengah juta massa di Yogyakarta di pelopori oleh [[Senat Mahasiswa UGM]], organ utama dalam KM UGM, dimana think-tanknya banyak yang merupakan kader-kader inti [[HMI-MPO]]. Sebelum aksi itu SMUGM mengadakan polling yang menghasilkan rekomendasi bahwa lebih dari 80% responden menolak kepemimpinan suharto. Hasil polling ini mempengaruhi opini nasional, terutama di kalangan pra aktivis pergerakan.

Soeharto yang sudah berkuasa selama 30 tahun harus tumbang ditangan aksi-aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa. Krisis ekonomi yang melanda Asia tahun 1997 ternyata berimbas pada terkuaknya semua borok yang dimiliki oleh rezim orde baru. Megahnya pembangunan yang selama ini sangat diagung-agungkan ternyata keropos, karena di bangun atas pondasi hutang luar negeri yang sangat besar. Ketika fluktuasi dollar tidak bisa ditolerir oleh kurs rupiah, tiba-tiba jumlah hutang melambung tinggi dan Indonesia harus menangis.

Yang terhormat Suharto, terpaksa harus merunduk di depan lipatan tangan Hubert Neiss (wakil IMF-International Monetary Fund) ketika menandatangani kesepakatan baru dengan IMF. Para kapital-imperialis Amerika tertawa karena telah berhasil membuat Indoensia makin tergantung. Indoensia belum merdeka!

Begitulah ketegasan sikap independensi [[HMI-MPO]] yang tidak mau tunduk kepada siapapun, kecuali kepada kebenaran dan keadilan. HMI MPO selalu siap bekerja sama dengan siapapun asalkan untuk meneriakan kebenaran dan keadilan. [[HMI-MPO]] Akan selalu kritis dengan siapapun tanpa pandang bulu, termasuk dengan saudaranya sendiri. Sikap [[HMI-MPO]] yang tidak mau didikte alumni [[(KAHMI)]], berlaku jujur pada siapapun, selalu berdiri diluar garis pemerintah dan bersikap kritis merupakan bukti independensi [[HMI-MPO]].

== [[HMI-MPO]] dan Masa Depan Demokrasi Indonesia ==

Satu hal penting yang menjadi dampak [[reformasi]] adalah terjadinya transformasi dari oligarchi corruption menjadi democratic corruption. Korupsi yang pada masa Orde baru hanya dilakukan oleh sekelompok elit politik berubah menjadi menyebar ke berbagai sektor, lapisan masyarakat, dan daerah secara bersama-sama dan terbuka. Hal tersebut dapat terjadi dengan menggunakan tata cara dan mekanisme demokrasi yang merupakan dampak dari gerakan reformasi. Pemanipulasian nilai-nila dan prosedur demokrasi untuk kepentingan pribadi atau golongan (corruption of democracy) dapat menyebabkan terciptanya demokrasi korupsi, yaitu suatu proses pengambilan kebijakan publik yang didasarkan atas kepentingan pribadi, keluarga, partai politik, atau kelompok kepentingan

Sebagai akibat pergantian rezim yang tanpa diikuti oleh perubahan struktur dan budaya politik, [[Pemilu 1999]] mengantarkan pelembagaan politik dari kekuatan-kekuatan politik pada masa lalu. Para politisi yang dulu berkuasa pada zaman Orde baru melakukan metamorfose pada sebagian besar partai-partai politik seperti [[Partai Golkar]], [[PDIP]], [[PPP]] dll. Hal tersebut terus berlanjut sampai dengan amandemen terhadap UUD 1945.

Kegagalan mewujudkan cita-cita reformasi beserta meningkatnya ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja lembaga-lembaga tinggi negara menyebabkan terjadinya zero trust society. Elit politik dan negara berjalan sesuai dengan logika dan kepetingannya sendiri, sementara pada sisi lain mayoritas massa rakyat semakin lama akan teralienasi dalam negaranya sendiri. Transisi dan [[reformasi]] hanya menghasilkan dekonstruksi terhadap sistem politik dan budaya tanpa mampu melakukan rekonstruksi kehidupan masyarakat dan negara menjadi lebih baik. Transisi demokrasi seperti ini hanya akan mengantarkan elit politik ke panggung kekuasaan dan akan meminggirkan perjuangan reformasi. Nilai-nilai dan mekanisme demokrasi dimanipulasi untuk kepentingan elit politik.

== Dari Reformasi Menuju Revolusi ==

Terminologi reformasi haruslah diubah menjadi revolusi. Dengan revolusi diharapkan terjadi perubahan sistem tidak hanya penataan ulang sistem (reformasi). Kesempatan untuk reformasi atau menata ulang sistem telah diberikan tetapi telah mengalami kegagalan karena kuatnya dominasi elit politik. Revolusi akan membawa perubahan yang berlangsung secara cepat dan diikuti oleh terbentuknya pemerintahan yang populis, terciptanya kesadaran sosial pada massa rakyat, perubahan relasi kelas dalam struktur sosial.

Sejak tahun 1999 PB [[HMI MPO]] mengusung tema Revolusi sistemik sebagai solusi untuk melakukan perubahan di Indonesia. Dalam praksisnya Tema besar “revolusi sistemik” memang belum secara optrimal bisa dilaksanakan. Hal ini tentunya terkait dengan lemahnya kesiapan perangkat-perangkat pendukung yang mau tak mau membutuhkan jaringan yang kuat dengan elemen-elemen gerakan lain yang seide. Akan tetapi setiap periode kepengurusan PB HMI MPO senantiasa berusaha menerjemahkan tema tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Periode 1999-2001 misalnya menerjemahkan revolusi sistemik ke dalam jargon perjuangan transisi demokrasi melalui kampanye perlunya Presidium Nasional untuk memimpin transisi demokrasi. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pada periode bangsa kita sedang menghadapi tahap awal peroses pembangunan demokrasi dan memerlukan suatu tahap untuk meletakkan pondasi sistem politik demokrasi.

Selanjutnya periode 2001-2003, PB HMI menerjemahkan revolusi sistemik ke dalam perjuangan menolak neo-liberal dan neo-imperialisme sebagai tekanan utama. Paska konsolidasi kehidupan politik nasional, bangsa kita berhadapan dengan tekanan dari tatanan ekonomi dan poltik internasional yang didominasi oleh Amerika Serikat. Isu penghentian utang luar negeri, pemutusan hubungan dengan IMF, gerakan anti-privatisasi BUMN, gerakan perlindungan terhadap petani, peningkatan subsidi untuk rakyat kecil, menjadi icon dan fokus perjuangan HMI. Hal tersebut mendorong HMI untuk memperkuat wacana dan isu-isu internasional sebagai salah satu sasaran dalam revolusi sistemik. Revolusi sistemik juga berdimensi internasional melawan pengaruh imperialisme yang bermetamorfose dalam bentuk neo-liberal, good governance, dll.

Periode 2003-2005 adalah kelanjutan dari periode 2001-2003, namun demikian penerjemahan revolusi sistemik tidak lagi berdimensi internasional melainkan menekankan dimensi nasional yaitu pembaharuan sistem ke-indonesiaan unuk kaum lemah dan terpinggirkan. Ada dua pertanyaan besar yang ingin dijawab. Pertama mengapa perubahan sistem ke-indonesiaan yang harus dirubah? Kedua, mengapa kaum yang lemah dan terpinggirkan menjadi fokus gerakan? Perubahan sistem ke-Indonesiaan diletakkan dalam situasi kebangsaan yang terhimpit oleh desain struktural dan tekanan global.

Rekonsolidasi Orde Baru dan TNI ke dalam tatanan politik nasional, gagalnya cita-cita reformasi, terinstitusionalisasikannya otoritarianisme dalam orde reformasi merupakan desain struktur yang dirancang oleh elit politik dalam rangka mempertahankan kekuasaan dan kontrolnya terhadap masyarakat. Sementara tekanan global lebih pada tekanan-tekanan ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Amerika Serikat beserta tatanan politik internasional yang dominan dalam bentuk bantuan asing dan isu terorisme.

Tekanan internasional dan desain struktural untuk mengembalikan otoritarianisme melalui dominasi dan hagemoni negara terhadap masyarakat sipil menuntut perubahan sistem ke-Indonesiaan secara total. Crisis of management crisis atau krisis dalam manajemen pengelolaan krisis menyebabkan proses pembangunan demokrasi dijadikan sebagai alat bagi rekonsolidasi Orde Baru dan TNI.

Penolakan PB HMI MPO terhadap penyelenggaraan [[pemilu 2004]] bukan sebuah sikap yang tanpa alasan. Masih bercokolnya kekuatan-kekuatan lama dalam pertarungan pemilu 2004 serta buruknya sistem pemilu yang diterapkan hanya akan menjadikan pemilu 2004 sebagai alat legitimasi baru bagi rezim yang otoriter dan kapitalis untuk kembali berkuasa.

Secara kasat mata kita semua sudah bisa meramalkan siapa-siapa yang akan memenangkan pemilu 2004 dan akan duduk dalam kursi-kursi kekuasaan negeri ini. Kelompok politik neo-kapitalis di perkuat yang tidak lain adalah wajah baru orde baru sudah jelas-jelas akan kembali berkuasa di negeri ini. Sementara kita tidak melihat peluang kekuatan reformis untuk bisa menandingi mereka. Oleh karena itu pemilu 2004 sebagai sebuah mekanisme demokrasi justru hanya akan melahirkan kepemimpinan nasional baru yang anti demokrasi. Sungguh ironis, Demokrasi akan di matikan oleh mekanisme demokrasi itu sendiri.



== Organisasi ==

== Struktur Organisasi HMI-MPO ==
Struktur organisasi HMI-MPO dibagi dalam beberapa golongan yakni struktur kekuasaan, struktur pimpinan, Lembaga-lembaga Khusus, Lembaga Kekaryaan serta Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO).

Struktur kekuasaan HMI dipegang oleh forum Kongres, Konperensi Cabang (Konperca) serta Rapat Anggota Komisariat (RAK). Sedangkan struktur pimpinan terdiri atas Pengurus Besar (PB), Pengurus Cabang (PC), serta Pengurus Komisariat (PK).

Untuk memperlancar serta mempermudah manajemen organisasi maka dibentuklah Koordinator Komisariat (KORKOM) sebagai pembantu cabang dalam mengkoordinir komisariat, serta Badan Koordinasi (BADKO) sebagai pembantu Pengurus Besar dalam mengkoordinir cabang. HMI (MPO) hingga saat ini (okt 2003) telah memiliki 38 cabang yang tersebar diseluruh penjuru Tanah Air dan untuk itu dibentuk 3 Badan Koordinasi (Badko) yakni: Badko Indonesia Bagian Barat (Sumatra,Banten,DKI,Jabar), Badko Indonesia Bagian Tengah (Kalimantan,Jateng,DIY,Jatim,Bali) dan Badko Indonesia Bagian Timur (Sulawesi,Maluku,NTB,NTT,Papua).

Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang terkait dengan bidang khusus, maka dibentuk Lembaga-lembaga Khusus seperti Korps Pengader Cabang (KPC), Korps HMI-Wati (KOHATI), dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme para anggota HMI, dibentuk Lembaga-lembaga Kekaryaan seperti Lembaga Pers Mahasiswa Isalam (LAPMI), Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI), dan sebagainya.

== Susunan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam
(PB HMI) Periode 1426-1428 H/2005-2007 M ==

KETUA UMUM : MUZAKKIR DJABIR

SEKRETARIS JENDERAL : ILHAM MUNAJAT WIJAYA
Wakil Sekretaris Jenderal : Muhammad Kasman
Wakil Sekretaris Jenderal : Abdul Haris Abdullah
Wakil Sekretaris Jenderal : Sobirin Imtihan
Wakil Sekretaris Jenderal : Ahmad Zainur Rosyid

BENDAHARA UMUM : SUSIYANTI
Wakil Bendahara Umum : Dedi Mustadi
Wakil Bendahara Umum : Cut Ummi Kulsum

PENGURUS HARIAN
Ketua Komisi Internal : Temu Sutrisno
Staff : Yessi Puji Astuti
Staff : Salamah

Ketua Komisi Pendidikan : Yudi Iskandar
Staff : Agung Tri
Staff : Widi Arini

Ketua Komisi Hukum dan HAM : Anthomy Khusairi
Staff : Makmur Alto
Staff : Muhammad Karyadin

Ketua Komisi Pemuda dan Kemahasiswaan : Lukman Wibowo
Staff : Arifin Temuhulawa
Staff : Muhammad Yamin

Ketua Komisi Lingkungan Hidup : Imam Mudhofir
Staff : Rudi Hantoro
Staff : Rahmat Irawan

Ketua Komisi Ekonomi dan Pembangunan : Arif Media Resky
Staff : Wawan Ahmad Dahlan
Staff : Imam Affandi

Ketua Komisi Riset dan Pengembangan Strategi Gerakan :
Yogie Maharesi
Staff : Surachmat
Staff : Nur Fajri Budi Nugroho

Ketua Komisi Politik : Mohammad Rajab
Staff : HM. Akil Rahman
Staff : Didik Sapari

Ketua Komisi Hubungan Internasional : Hanrezi Dhania
Staff : Delni Irawati Djamalus
Staff : Anwar Razak

LEMBAGA KOORDINASI
Ketua Umum Badko Inbagtim : Amrullah Ahmad
Ketua Umum Badko Inbagtar : Itho Murtadha
Ketua Umum Badko Inbagteng : Azwar Syafei
Ketua Umum Badko Inbagbar : Yayan Fauzan

LEMBAGA KHUSUS
Ketua Umum Kornas Kohati : Leniawati
Direktur Pusat Arsip Nasional : Susanto

LEMBAGA KEKARYAAN
Direktur LAPMI : Muhammad Syukur
Direktur LEMI : Sugeng Miryanto
Direktur LDMI : Ikrom Faldiansyah

BIRO KESEKRETARIATAN
Kepala Biro Kesekretariatan : Faisal Andi Rizal

Dikutip dari http://id.wikipedia.org

1 komentar: