Kamis, 04 Februari 2010

PERJUANGAN

JIHAD MELAWAN PENJAJAH SOFT COLONIZATION

Oleh : Muhammad Abdul Nafi' *

Saat teringat detik-detik 17 Agustus 1945, sudah barang tentu hati akan terenyuh dan terharu. Perjuangan besar dan berat untuk mewujudkannya. Jutaan nyawa para pahlawan dikorbankan demi terwujudnya kemerdekaan fisik, bebas dari penjajah. Setengah abad lebih bangasa ini bebas dan merdeka dari penjajahan fisik. Orang bebas tanpa ada penindasan, kerja paksa, romusa, maupun kerja rodi. Sebagian besar dari mereka terhanyut dalam telaga manis (semanis madu) kemerdekaan fana. Kewaspadaan akan bahaya penjajahan baru, sama sekali tidak tertanamkan pada diri mereka. Bahkan, mereka banyak yang tidak faham kalau sampai hari ini mereka sudah mendapatkan penjajahan baru. Mereka tidak faham kalau semakin sempitnya ruang gerak mereka, rusaknya moral pemuda-pemudi bangsa, semakin berkurangnya jobs ekonomi, serta berkurangnya asset negara adalah merupakan output dari penjajahan baru. Penjajahan baru ini memang secara kasat mata tidak sesadis pada tahun 40-an yang harus ditebus dengan darah segar, peluru menghujam ke tubuh. Penjajahan baru yang dilakukan oleh bangsa barat sekarang ini melalui cara penjajahan lunak (soft colonization). Mereka menggunakan cara-cara yang diplomatis, picik , pelan tapiu pasti. Birokrat negara dipengaruhi tuk menyerahkan program dan asset-asset strategisnya melalui berbagai iming-iming jabatan strategis local, regional, maupun internasional (presiden, BI, IMF,dll).

Entah dengan pertimbangan seperti apa, para investor asing dibebas luaskan oleh para birokrat bangsa ini untuk dengan sebebas-bebasnya menamkan investnya, bahkan ada ratusan yang dengan izin resmi mendirikan perusahaan corporation di negeri ini. Akibatnya, walaupun ribuan pabrik industry tumbuh berjamuran di negeri ini, nasib rakyat masih sama. Mayoritas masih hidup dalam jurang kemiskinan, kebodohan, dan teraniaya. Triliunan kekayaan bangsa ini dirampas oleh bangsa barat dengan soft colonizationnya. Dengan gaji Rp 800.000,00 sampai Rp 1.500.000,00/ bulan rakyat sudah banyak yang merasa puas. Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu kalau dibalik kebijakan para pemilik pabrik industry (rata-rata orang Barat) yang mempekerjakan rakyat local, ternyata merampas kekayaan bangsa yang kalau bisa dimiliki oleh rakyat secara menyeluruh bisa diwariskan tujuh turunan (observasi selama tiga bulan terakhir : April, Mei, Juni).

Ini menjadi PR bersama, terutama kaum intelektual muda untuk bisa mengawal, advokatoris, mengarahkan, serta mengkonsep perekonomian bangsa yang berbasis kerakyatan (oleh, dari, dan untuk rakyat) dan berorientasi pada keadilan. Pendidikan cara berfikir kritis juga harus digerakkan di lingkungan rakyat agar segala bentuk kebijakan-kebijakan pemerintah bisa dikaji rakyat dan dapat memfokuskan pada kepentingan kesejahteraan bangsa, bukan kesejahteraan para penjajah soft colonization. Kalau tidak sekarang kapan lagi, sudah saatnya Bangsa ini merdeka dari semua bentuk penjajahan. Harapan besar rakyat kepada para pemimpin bangsa untuk segera sadar dan terbuka mata penglihatannya akan kondisi riil rakyat.
* Ketua Umum HMI Komisariat Widya Buana Periode 2009-2010 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar